Aktivis Kolaka Utara, saat mempertanyakan pengadaan tenda
di sekolah-sekolah yang disinyalir ada mark up.
|
KOLUT, GLOBAL TERKINI.COM – Sejakpertengahan 2017 lalu sampai hari ini, pengadaan tenda pramuka jenis pleton dan buku Kurikulum 2013 (K-13) di Kabupaten Kolaka Utara, tak henti menuai sorotan dari berbagai kalangan. Pengadaan tenda ini juga dikeluhkan oleh sejumlah kepala sekolah karena harganya yang tidak rasional. Sementara itu, pengadaan buku K-13 hingga saat ini belum keseluruhan terdistribusi. Padahal semua sekolah telah melunasi pembayarannya sejak pencairan dana BOS triwulan kedua di tahun 2017.
Pembayaran buku K-13 tersebut dipangkas langsung melalui rekening sekolah masing-masing sebesar 20% dari 40% total pencairan triwulan kedua 2017 ketika itu. Yang menggelitik, pihak distributor buku diketahui sementara di uber-uber oleh Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Kolaka Utara, karena belum menyelesaikan kewajibannya. Keterangan beberapa sumber menyebut, jika distributor atas nama ‘Tony’ memang di sinyalir bermasalah.
Sementara itu, dugaan adanya mark up terhadap pengadaan tenda pramuka yang beredar di 70 sekolah, telah diproses oleh pihak Kejaksaan Negeri Kolaka Utara sejak bulan Januari 2018. Namun sampai hari ini pun belum diketahui, bagaimana tindak lanjut masalah tersebut. Kuat dugaan, beberapa kasus yang ditangani oleh Kejaksaan dan Kepolisian terkait soal penyelewengan jabatan, penyalah gunaan anggaran, pungutan liar hingga mark up, raib ditelan waktu.
Kasus Pengadaan Tenda, Kapan Tuntas?
Awal pekan lalu dibulan Mei, Global News menyambangi kantor Kejaksaan Negeri Lasusua untuk mencari tau soal kasus pengadaan tenda yang diproses sejak empat bulan lalu. Keterangan yang diperoleh menyebut jika kasus tersebut sudah dalam proses ‘penyidikan’. Namun untuk menentukan adanya kerugian Negara, masih menunggu hasil audit dari Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP). Demikian sepenggal kalimat dari Kepala seksi Pidana Khusus (Kasi Pidsus) Kejaksaan Negeri Lasusua, Kabupaten Kolaka Utara, Arifullah, SH.
Lebih lanjut dijelaskan oleh Arifullah, materi penyelidikan dan penyidikan yang sedang dilakukan oleh Kejaksaan, tidak bisa dibeberkan lebih dalam. Sebab jika menjadi bahan publikasi, di khawatirkan pihak-pihak yang disasar akan mengetahui dan menyusun alibi untuk menghindari jeratan hukum. Namun sejak kasus ini masuk penyidikan sejak Pebruati 2018 lalu, sampai hari ini belum ada ‘tersangka yang ditetapkan’ terkait kasus tersebut. “kami masih menunggu hasil audit BPKP untuk menentukan adanya kerugian Negara atau tidak. Yang jelas, penanganan perkara kasus korupsi, tidak bisa melangkah ke tahun berikutnya” ujar Arifullah, menjawab pertanyaan media ini, soal rentang waktu penanganan perkara dan penetapan tersangka.
Sebelumnya, beberapa kali pemberitaan yang dipublikasikan oleh globalterkini.com edisi 15-25 September 2017 lalu, mengundang reaksi pihak Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kolaka Utara dan memanggil wartawan media tersebut untuk melakukan klarifikasi. Pasca klarifikasi dengan Kepala Dinas, harga tenda pun diturunkan menjadi 6 juta rupiah/unit yang sebelumnya dipatok 6,5 juta rupiah. Hal itu mencuat disebabkan adanya keluhan sejumlah kepala sekolah yang terpaksa menyusun ulang kembali Rencana Kegiatan Anggaran Sekolah (RKAS), karena pengadaan tenda belum terakomodir dalam laporan disebabkan keterlambatan suplay dari pihak distributor. Bukan hanya itu, harga tenda pramuka tersebut dinilai terlalu mahal, hingga sebahagia sekolah yang jumlah siswanya hanya sedikit, tidak bisa membeli tenda tersebut. Hal itu mengundang banyak reaksi sejumlah kalangan dan kemudian diselidiki oleh Kejaksaan Kolaka Utara.
Pengadaan Buku K-13 Belum Terendus
Kesempatan berbincang dengan Kasi Pidsus Kejaksaan Negeri Kolaka Utara, Arifullah, SH sempat menyinggung soal pengadaan buku K-13 yang di inisiasi oleh Dinas Pendidikan dan Kebudayaan. Sayangnya, informasi tersebut nampaknya belum banyak diketahui oleh aparat penegak hukum, baik Kejaksaan maupun Kepolisian. Masalah itu terungkap setelah wartawan media ini melakukan audiens dengan Kasi Pidsus, Arifullah. Tampaknya, pengadaan buku seri Narkoba yang viral di media sosial lebih popular dari pada pengadaan buku K-13.
Padahal sejumlah sekolah di Kolaka Utara sudah mengeluhkan soal pengadaan buku tersebut. Pasalnya, pembayaran sudah lunas namun sampai sekarang bukunya baru sebahagian terdistribusi. Dari beberapa sumber yang dimintai keterangan terkait soal itu menyebutkan jika pihak Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kolaka Utara, sedang berupaya kordinasi dengan pihak distributor yang disinyalir berusaha cuci tangan dengan persoalan tersebut. Bahkan salah satu kepala sekolah yang enggan namanya dipublikasi, berusaha mencari tau keberadaan distributor buku itu karena belum menerima secara keseluruhan buku K-13 yang di janjikan. Padahal, perjanjian pengadaan buku ini sudah disepakati dan ditanda tangani sejak awal tahun 2017 lalu.
Berdasarkan hasil investigasi yang dilakukan media ini, ditemukan sejumlah kegiatan pengadaan barang dan jasa di sekolah yang disinyalir menjadi lahan pungli oknum-oknum tertentu. Seperti pengadaan spanduk, buku, poto bupati dan wakil bupati dan lain-lainnya. Hal seperti itu tidak hanya terjadi di sekolah-sekolah dari berbagai tingkatan, namun juga terjadi hampir diseluruh desa yang ada di Kabupaten Kolaka Utara. Tampaknya, dana Biaya Operasional Sekolah (BOS) dan Dana Desa (DD) yang di programkan pemerintah melalui dana APBN, menjadi prosfek yang menjanjikan keuntungan bagi oknum-oknum pelaku pungli dengan dalih ‘Bisnis’.
(Asri Romansa)