Globalterkini – Kolaka Utara. Berawal dari adanya pungutan senilai 50 ribu rupiah yang diasumsikan sebagai biaya administrasi poto copy, print, dan pembelian materai untuk kelengkapan berkas masyarakat penerima bantuan bedah rumah atau Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya (BSPS), khususnya didesa Lanipa – Nipa, kecamatan Katoi, Kabupaten Kolaka Utara, mulai mencuat.
Dari 37 kepala keluarga tidak mampu didesa ini, menerima bantuan bedah rumah senilai 17,500.000 rupiah dari APBN tahun ini. Sebagian warga penerima manfaat mempertanyakan dasar pungutan yang dilakukan oleh oknum aparat desa senilai 50.000 rupiah. Komplain dilakukan karena sepengetahuan mereka, pungutan tersebut tidak ada dalam aturan pelaksanaan program.
Penelusuran globalterkini terhadap sejumlah warga yang keberatan, memang ditemukan adanya keluhan terkait pungutan tersebut. Bahkan penundaan pencairan upah tukang senilai 2.500.000 rupiah, juga dikaitkan dengan pungutan itu. “kami merasa heran, kenapa gaji tukang ditahan, dengan adanya permintaan uang 50.000, untuk biaya administrasi?” ungkap beberapa orang warga penerima bantuan.
Klarifikasi kepada sekretaris desa Lanipa – Nipa, M. Nur yang dituding bersama salah satu Kepala dusun melakukan pungutan, dibantah keras oleh keduanya. “Tidak ada yang namanya pungutan atau pemotongan dari dana yang mereka terima. Uang senilai 50.000 itu mereka berikan secara ikhlas dan sukarela. Urusan bedah rumah masyarakat ini tidak mudah. Harus mengurus bolak balik kelengkapan beras, termasuk print, poto copy dan pembelian materai. Jika mereka ihklas memberikan sebagai balas jasa, itu tidak bisa dikatakan pungli” ujar M. Nur saat ditemui dikantor Desa Lanipa – Nipa.
Hal senada juga dikatakan oleh kordinator pendamping BSPS. Adnan dengan tegas mengatakan bahwa tidak ada yang namanya potongan atau pungutan. Semua itu murni inisiatif masyarakat penerima bantuan dan diberikan secara sukarela. Jika ada yang merasa keberatan setelah memberi, silahkan klarifikasi kekantor desa. Kami akan kembalikan uangnya, bahkan jika perlu akan kami tambahkan. Ujar Adnan saat pertemuan klarifikasi dikantor Desa. Kamis, 19 Nopember 2020.
Ditempat (kantor Desa Lanipa – Nipa) dan saat yang sama, sejumlah warga peerima manfaat yang hadir dalam rapat klarifikasi tersebut mengatakan bahwa pemberian uang itu dilakukan secara sukarela. “kami merasa bersyukur mendapat bantuan dari pemerintah. Apalagi dalam hal pengurusan, kami tidak direpotkan. Semua dilakukan oleh aparat Desa bersama – sama dengan pendamping. Yang kami berikan pun tidak seberapa nilainya dibanding manfaat yang kami terima” tutur beberapa orang warga.
Sementara itu, selain soal bedah rumah, sejumlah masalah juga dipertanyakan oleh salah satu anggota BPD Lanipa – Nipa, Haeruddin. Seperti legalitas ijazah beberapa kepala dusun yang diduga tidak sesuai dengan Permendagri nomor 67 tahun 2017, pasal 2 ayat 2. Haeruddin mensinyalir jika ijasah para kepala dusun tersebut bermasalah. Termasuk adanya usaha BumDes yang pengelolaannya diduga berada diluar area. Seharusnya usaha BumDes dikelolah didesa Lanipa – Nipa, namun usaha itu justru berada di desa Katoi. Ujar Haeruddin.
Namun hasil klarifikasi terkait usaha BumDes Lanipa – Nipa yang diduga berada diluar area, dibantah oleh beberapa aparat dan perangkat desa. “itu semua tidak benar. Sebab yang punya usaha di pelabuhan fyber katoi adalah masyarakat Lanipa – Nipa, bukan anggota BumDes. Hanya modal dari usahanya itu dipinjam melalui BumDes” jelas sumber.
Asri Romansa