BudayaNewsPendidikanPeristiwa

Ritual ‘Mosehe Wonua’ di Hari Jadi Kolaka

1094
×

Ritual ‘Mosehe Wonua’ di Hari Jadi Kolaka

Sebarkan artikel ini

Pekan lalu, 26 Pebruari 2019, dua hari menjelang hari lahir Kabupaten Kolaka ke 59, Pemerintah daerah menggelar acara pensucian Negeri atau “Mosehe Wonua”. Acara sakral ini dilaksanakan di cagar budaya kompleks makam ‘Sangiani Bandera’ yang berada di Kecamatan Wundulako.

Kegiatan Mosehe Wonua dihadiri oleh Bupati Kolaka, H. Ahmad Safei, bersama wakil Bupati, H. Muh. Jayadin, sebagai dewan adat Mekongga, Raja Mekongga Kolaka, Drs Haerun Dahlan, Ketua DPRD Kolaka, H. Parmin Dasir, Kajari Kolaka, Taliwondo, Kapolres Kolaka, AKBP Bambang Satriawan, Para asisten Pemkab Kolaka, kepala SKPD lingkup Pemkab Kolaka, Danramil Kolaka, para Camat dan Lurah serta Kepala Desa, para tokoh adat, tokoh agama, tokoh dan masyarakat.

Dewan Adat Mekongga, H. Muh. Jayadin mengatakan, Mosehe Wonua merupakan ritual adat Mekongga yang sudah dilaksanakan secara turun temurun. Mosehe Wonua juga merupakan upaya untuk mempererat tali silaturahmi dan persatuan sesama suku Mekongga. “Ritual ini merupakan ritual untuk membersihkan negeri dari segala bala dan bencana seperti, gagal panen, pertikaian serta bencana alam,” katanya.

Semantara itu, Bupati Kolaka, H. Ahmad Safei mengatakan, Mosehe Wonua atau pensucian Negeri, merupakan tanggung jawab kita semua. Bukan hanya tanggung jawab suku Mekongga saja. “Mari kita  bersinergi menjaga adat dan tradisi budaya kita,” ujar Safei.

Baca Juga :   Jadi Polemik, Iuran Korpri Hingga TPP Dikeluhkan ASN Disdik

Dalam upacara ritual Mosehe Wonua, Bupati Kolaka H. Ahmad Safei bersama dengan Dewan Adat Mekongga, H. Muh. Jayadin, Raja Mekongga Kolaka, Drs. Haerun Dahlan dan para tokoh adat melakukan siarah kubur, dan dilanjutkan dengan ritual pemotongan kerbau putih. Daging kerbau putih ini kemudian dibagikan kepada masyarakat.

Tradisi Mosehe Wonua Sulawesi Tenggara

Setiap suku dan daerah, memiliki tradisi yang berbeda masing-masing. Di Kalimantan Selatan misalnya, masyarakat melakukan ritual tolak bala dengan cara mandi dan mensucikan tubuh. Sementara, masyarakat Jawa melakukan tradisi tolak bala dengan cara melaksanakan bersih desa atau ruwatan massal. Hal berbeda dilakukan oleh masyarakat Kabupaten Kolaka, dengan suku ‘Mekongga’. Ritual pensucian Negeri yang disebut ‘Mosehe Wonua’ adalah suatu tradisi yang dilaksanakan secara besar-besaran, ramai, sakral dan penuh hikmat, sehingga diharapkan masyarakat ikut terlibat didalamnya termasuk seluruh utusan yang mewakili negerinya (daerah) masing-masing dari seluruh kerajaan mekongga. Bahkan tokoh adat, masyarakat, agamawan, pemerintah sipil maupun militer akan larut bersama dalam pesta prosesi upacara mosehe wonua.

Tolak bala ‘Mosehe Wonua’ sebagai jembatan penghubung do’a untuk memohon kepada sang Pencipta,  agar segala perbuatan dosa penduduk seluruh anak Negeri mendapat pengampunan untuk kemaslahatan masa yang akan datang. ‘Mosehe’ berasal dari bahasa mekongga yg terdiri dari dua suku kata. ‘MO’ berarti melakukan sesuatu dan ‘SEHE’ berarti suci. Jadi, Mosehe adalah penyucian negeri.

Baca Juga :   Interupsi Hingga Pengambilan Sumpah di Paripurna, Bupati Pesan Jaga Amanah

Dalam sejarahnya, Mosehe wonua merupakan adat tradisi suku mekongga, suatu upacara ritual yang telah berlangsung sejak abad ke 13 di zaman pemerintahan raja ‘Larumbalangi’. Tradisi ini kemudian di ikuti  oleh raja-raja mekongga setelahnya.

Perdamaian pasca perang perang melawan kerajaan Konawe, Raja Larumbalasa, bersama kerajaan Konawe melakukan upacara ritual mosehe bersama, sehingga kedua kerajaan sepakat untuk menikahkan putra putri mereka, yaitu Sangia Lombo-Lombo yang merupakan putra dari raja Larumbalasa yang mempersunting Wungabee, putri dari Buburanda Saa I Wawolatoma.

Era sebelum masuknya Islam pada abad ke-13 hingga abad ke-17, tradisi ini dilakukan dengan cara yang sesuai dengan kepercayaan animisme dan dinamisme. Seiring dengan berjalannya waktu, terutama saat Islam masuk ke Nusantara dan menyebarkan ajaran mereka di kawasan kerajaan Mekongga, unsur Islam juga dimasukkan ke dalam ritual Mosehe Wonua. Ritual penyucian Negeri ini akhirnya dibarengi dengan doa-doa yang lebih Islami. Selebihnya, urutan ritual tidak ada yang berubah. Seperti melakukan siraman kepada tubuh dari pemimpin atau raja yang dihormati. Saat Kerajaan Mekongga sudah tidak ada, masyarakat tetap melakukannya dan mengganti Bupati sebagai orang yang ditinggikan di dalam ritual.

Baca Juga :   Insan PDAM Tirta Tampanama Gelar ‘Temu Akbar’ di Gedung Kantor Baru

Mosehe Wonua di era modern tetap dilakukan dan menjadi salah satu agenda besar pemerintah daerah. Saat ini Mosehe Wonua dilakukan di daerah Kolaka dengan Bupati Kolaka beserta wakil menjadi orang yang ditinggikan. Dua pemimpin ini dan istrinya akan disiriam dengan air suci setelah sebelumnya diarak pada area pemakaman raja dari Mekongga.

Tradisi ini berlangsung meriah dan disaksikan oleh banyak orang. Semua mata ingin menyaksikan seperti apa ritual yang sudah sangat tua ini. Masyarakat ingin tahu seperti apa sakralnya upacara yang diikuti dengan acara penyembelihan kerbau putih dan juga melakukan tradisi tari-tarian. Mosehe Wonua merupakan salah satu dari 11 warisan budaya bersejarah di Sulawesi Tenggara (Sultra) dan ditetapkan sebagai warisan budaya Nasional oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia pada tahun 2018 lalu.

Penulis : Muhdar

Editor : Redaksi

 

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *