Bone, Global Terkini- Kabupaten Bone mengisi acara Sulsel menari dengan penampilan memukau.
Sedikitnya ada 4 tari yang ditampilkan, yaitu Tari Sijello To Mampu, Tari Pajjaga Andi, Tari Anak Dara dan Tari Passiuno Makkunrai.
Kepala Dinas Kebudayaan Bone, Hj Andi Murni mengatakan, kegiatan berlangsung selama 8 hari. Peserta yang dihadirkan berasal dari 24 Kabupaten/ Kota.
Adapun Sinopsis tari sebagai berikut:
Tari Sijello To Mampu bertema cerita lokal, mengangkat salah satu cerita rakyat di desa Mampu yang merupakan cikal bakal dari terkutuknya kerajaan mampu menjadi batu.
Kutukan berawal dari sang putri yang mengingkari janjinya kepada seekor anjing yang mengambil dan membawakan alat tenun sang putri yang terjatuh, sehingga dari kejadian itu, sang putri dan seluruh kerajaan mampu dikutuk menjadi batu. Tarian ini dibawakan oleh 3 orang dari SMP Negeri 1 Watampone.
Tari Pajjaga Andi merupakan tarian ritual yang menghubungkan antara manusia dengan dewa, tarian ini juga digunakan sebagai alat untuk memberikan penghormatan kepada raja yang dianggap sebagai keturunan dewa.
Selain itu, tarian ini juga digunakan sebagai sarana hiburan di dalam istana yang dipertunjukkan di waktu senggang atau raja menerima tamu. Tari Pajjaga muncul pada pemerintahan Batara Guru, manusia bugis pertama yang diturunkan dari langit. Kata Pajjaga berasal dari bahasa bugis yang berarti pengawal.
Tari Ana Dara bertema perjuangan, sebuah karya yang terinspirasi dari kehidupan putri di istana kerajaan, segala aturan menjadi pengikat, batasan menciptakan sikap tubuh yang baru hingga aturan itu dianggap tekanan, ketidakbebasan dan kejenuhan. Dia hidup mengikuti alur untuk mencapai visi konservatif dalam istana.
Tarian ini menggambarkan bagaimana para ana dara (gadis remaja) di istana memberontak hendak keluar dari batasan ruang geraknya. Tari ini dibawakan oleh 8 orang, juga dari SMP Negeri 1 Watampone.
Tari Passiuno Makkundrai merupakan gambaran kisah tentang srikandi wanita bugis pemberani/ warani, malebbi, patriotik, diartikan sebagai perjuangan atau pergerakan untuk kemerdekaan melawan Belanda, hingga mereka melarikan diri karena serangan srikandi perkasa kerajaan, tarian ini mengukir sejarah peradaban dan perjuangan pergerakan perempuan tangguh Sulawesi Selatan antara lain :
1.Ratu Sitti Aisyah Wettenriolo, Raja di Tanete Barru 1855-1910.
2.Besse Kajuara, Raja Bone yang menggantikan ayahnya, dia terkenal dengan taktik perang gerilya, usai menyerang lari masuk hutan membalik bendera Belanda menjadi merah putih.
3.Pancaitana Bunga Walle, Raja dari Enrekang.
4 I fatimah daeng Takontu srikandi pemimpin pasukan laskar balira Gowa putri Sultan Hasanuddin bersama saudaranya Karaeng Galesong.
5. Emmy Saelan, meledakkan granat ditangannya untuk mati bersama agar perempuan bugis mewarisi genetik keberanian dan kecakapan. Tari ini memadukan empat gen yaitu, warani namagetteng atau berani dan tangguh, maccai na mampu atau cerdas dan jujur.
Tarian ini dibuat untuk mengingat sejarah betapa tangguhnya wanita bugis dalam menghadapi musuh yang akan merusak Negeri di Sulawesi Selatan.
“Setelah ini, nanti ada rangakaian rekor muri Tari Padduppa peserta dan pakaian adat baju bodoh tanggal 12 juni, Bone juga ikut mengisi acara tersebut, kemudian ada fashion show tanggal 14, pesertanya para Bupati dan nyonya di lego-lego CPI,” kata Andi Murni.
Masih kata dia, peserta tari Rekor Muri mengikutkan anak sekolah tingkat SMA dari Bone sekitar 300 orang, pelaksanaannya serentak online tanggal 12 juni di Lapangan Merdeka masing-masing daerah.
“Terima kasih kepada Pj Bupati H Andi Islamuddin atas arahan dan supportnya, terimakasih juga kepada pimpinan sanggar tari SMP 3 Bone, Arfah dan pimpinan sanggar Latea Riduni, Aswin,” pungkasnya.
Untuk diketahui, Tari Pajjaga Andi telah ditetapkan sebagai warisan budaya tak benda Kabupaten Bone tingkat Nasional.