Kolaka Utara, Global Terkini – Aktivitas penambangan oleh PT. Fatwa Bumi Sejahtera (FBS) di Labuandala, Desa Pitulua kecamatan Lasusua, kabupaten Kolaka Utara digeruduk warga dari tiga desa yang berada pada posisi ring satu.
Kamis 3 Agustus 2023 sekira pukul 09.30 pagi, ratusan warga desa Pitulua, desa Puncak Monapa dan desa Totallang, mendatangi lokasi tambang dari berbagai arah. Di antara kerumunan warga, juga terlihat aparat kepolisian res kolaka utara dan karyawan PT Fatwa Bumi Sejahtera. Berselang tidak berapa lama, negosiasi antara pihak perusahaan melalui humas dengan perwakilan warga mulai dilakukan di lokasi tambang Labuandala.
Hampir senada, aspirasi dan tuntutan warga ketiga desa tersebut menyampaikan agar pihak perusahaan memperhatikan hak – hak masyarakat terutama dampak lingkungan, kesehatan, pendidikan dan rekrutmen tenaga kerja. “kami turun untuk menyampaiakan aspirasi karena pihak perusahaan tidak memberikan respon yang baik terhadap hak masyarakat. selama kurang lebih dua tahun, aktivitas pertambangan terus berjalan tanpa gangguan dari masyarakat. tapi apa yang kami dapatkan, tidak ada sama sekali. Padahal sudah dilakukan beberapa kali pertemuan, membicarakan soal dana CSR maupun bantuan social kepada masyarakat, tapi tidak ada konsistensi dari pihak perusahaan.” Ujar perwakilan warga dari desa Puncak Monapa.
Saat yang sama, Takwir yang mewakili warga desa Pitulua menegaskan agar pihak perusahaan mengeluarkan dana CSR sebesar satu dollar per satu kali pengapalan yang dinilai mencapai empat miliar. Satu dollar dari empat miliar itu sekitar 150 juta. Dana ini akan digunakan untuk membangun desa Pitulua, sebagaimana item kegiatan yang sudah di ajukan ke perusahaan melalui proposal. Namun hasilnya sangat mengecewakan. “Kami minta kepada pihak perusahaan agar memberikan hak itu kepada masyarakat desa Pitulua. Jika tidak, hari ini kami akan menutup seluruh aktivitas penambangan dan kapal tidak boleh memuat.” Tegas Takwir yang disusul dengan teriakan warga.
Namun hasil negosiasi yang disepakati saat itu, warga tiga desa memberi toleransi kepada perusahaan untuk menjalankan aktivitas dalam rentang waktu sepuluh hari sambil menunggu pihak manajemen perusahaan datang untuk membicarakan dan menyelesaikan tuntutan yang disampaikan warga.
“masalahnya, aksi hari ini sulit untuk mengambil keputusan dikarenakan pihak yang berkompeten dari perusahaan untuk mengambil keputusan tidak ditempat. Yang ada hanya humas dan pengawas teknik yang berkordinasi langsung ke perusahaan nya. Toleransi yang kami berikan, berdasarkan kordinasi dan permintaan mereka dan itu kita sepakati dan ditanda tangani bersama. Jika dalam rentang waktu 10 hari janji itu tidak dipenuhi, terpaksa kita tutup secara permanen. Artinya, tidak ada lagi aktivitas pertambangan di Labuandala.” Ujar Takwir kepada Global Terkini.
Permasalahan di atas merupakan reaksi kekecewaan masyarakat atas jawaban dari pihak PT Fatwa Bumi Sejahtera terhadap proposal yang di ajukan pemerintah desa Pitulua untuk membangun talud pada bantaran sungai Pitulua agar tidak terus menerus terjadi abrasi yang mengancam pemukiman warga.
Talud penahan banjir ini rencana dibangun sepanjang 200 meter dengan estimasi anggaran 349 juta rupiah. Namun pihak perusahaan hanya sanggup memberi 2,5 persen, atau 8 juta 8 ratus ribu rupiah dari kisaran anggaran yang diajukan dalam proposal. Sementara itu, pengajuan anggaran untuk pembangunan drainase di dusun tiga dan dusun empat sepanjang 528 meter, butuh anggaran sebesar 5.50 juta rupiah. Namun lagi – lagi pihak perusahaan hanya menyanggupi 2,5 persen dari permintaan anggaran melalui proposal, yakni 12.500 juta rupiah.
“saya anggap pihak perusahaan ini tidak komitmen dengan apa yang telah dibicarakan dan disampaikan kepada masyarakat melalui beberapa kali pertemuan. Karenanya kita harus turun untuk mengingatkan atas apa yang telah mereka janjikan, sekaligus kita menuntut hak masyarakat. Desa Pitulua ini sangat kaya dengan sumber daya alam nya. Kita jangan hanya jadi penonton dan membiarkan para pengusaha kaya menjarah kekayaan desa kita. Sementara masyarakat tetap hidup miskin dan susah. Mari kita sama-sama memperjuangkan hak-hak kita.” Pungkas Ardi, kepala Desa Pitulua disela rapat yang digelar pada malam sebelum esoknya warga turun ke Labuandala,