PT PLN Unit Induk Wilayah (UIW) Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara dan Sulawesi Barat (Sulselrabar) menandatangani amandemen Surat Perjanjian Jual Beli Tenaga Listrik (SPJBTL) dengan PT Ceria Nugraha Indotama (CNI) berkapasitas 412 Juta Volt Amper (VA). PT CNI merupakan salah satu perusahaan tambang milik Indonesia yang tengah membangun pabrik pemurnian (Smelter) Ferronikel di Kecamatan Wolo Kabupaten Kolaka, Sulawesi Tenggara (Sultra).
Realisasi penyaluran tenaga listrik sebesar 412 Juta VA untuk smelter PT CNI ini akan dilakukan dalam dua tahap. Tahap pertama sebesar 118 juta VA akan direalisasikan bulan Desember 2020 dan tahap kedua sebesar 294 Juta VA, akan direalisasikan bulan Desember 2021.
Sebagaimana diketahui, interkoneksi ini merupakan buah dari penyelesaian pembangunan yang meliputi 1.265 menara jaringan transmisi dan enam gardu induk. Semua fasilitas itu membentang dari Wotu, Malili, Lasusua, Kolaka, Unaaha hingga Kendari. Kendati telah disebutkan bahwa pasokan listrik untuk smelter PT CNI, dipastikan tidak akan mengalami hambatan sebagaimana dilansir oleh media, namun fakta dilapangan masih terdapat masalah yang menyebabkan kisruh, bahkan berbuntut laporan dugaan pidana terhadap salah seorang warga kelurahan Wolo.
Hal itu terjadi pada pembangunan Gardu Induk Kolaka dengan jaringan transmisi bertegangan 150 kilo Volt (kV), tepatnya di lingkungan Lalonggopi, kelurahan Wolo, kecamatan Wolo, kabupaten Kolaka, dengan luasan lokasi berkisar 3 hektar. Dari 12 warga pemilik lokasi yang lokasinya kena proyek pembangunan Gardu Induk, satu di antaranya belum tuntas, bahkan menimbulkan konfik antara seorang warga pemilik lokasi bernama ‘Junaid’ dengan ‘Lasara Laindi’ oknum dari PT. Bumi Celebes Persada, pengganti subkontraktor PT. Panrita yang mendapat Surat Peringatan (SP2).
Sebagaimana telah diberitakan ‘anoatimes.id’ bahwa proyek pembangunan Gardu Induk Kolaka yang berlokasi di kecamatan Wolo, kontraktor pemenang tender adalah PT. Indokomas, yang subkontraktornya adalah PT. Panrita. Namun seiring berjalannya pengerjaan proyek tersebut, PT Panrita mendapat SP2, sehingga Lasara Laindi, masuk menggantikan PT Panrita dengan label PT Bumi Celebes Persada.
Pada pemberitaan ‘anoatimes.id’ Kamis, 14 Nopember 2019 ‘Pak Inung’ sapaan dari ‘Lasara Laindi’ selaku kepala subkontraktor pembangunan Gardu Induk yang ada di Wolo, menyebut jika para pekerja gardu mendapat tekanan dan intimidasi dari pemilik lahan yang bernama ‘Junaid’ bersama rekan – rekannya dari PT. Wijaya Inti Lestari (WIL). Bahkan dijelaskan oleh ‘Inung’ bahwa dirinya bersama dua rekannya mendapat tindakan kekerasan phisik. Oleh sebab itu, Junaid kemudian dilaporkan ke mapolsek Wolo dengan pidana dugaan penganiayaan.
Sementara itu, Junaid yang ditemui ‘globalterkini.com’ dikediamannya, Minggu 25 Nopember 2019 kemarin, membantah semua tudingan Inung. “memang terjadi insiden kecil namun tidak berlanjut dengan penganiayaan, seperti apa yang dilaporkan. Termasuk adanya informasi yang diberitakan, terkait soal karyawan PT. WIL yang saya bawa pada saat insiden terjadi, itu semua tidak benar. Sebab ketika itu, yang saya temani adalah para keluarga sendiri. Jadi jangan di bawa – bawa PT. WIL dalam persoalan ini. Masalah ini murni persoalan personal (pribadi) saya dengan pihak kontraktor yang hanya selalu janji – janji untuk membayar sisa pembebasan lokasi saya yang terkena proyek pembangunan Gardu Induk” kata Junaid kepada globalterkini.com
Lanjut diceritakan, sebenarnya ia enggan melepas lahannya untuk proyek tersebut. Namun karena ada harga yang disepakati antara dirinya dengan pihak PLN, yakni 7,5 juta per are, makanya saya serahkan setelah ada negosiasi dengan Pak Fahrul dan Pak Ikbal sebagai utusan dari PLN. Kesepakatan itu sudah diputuskan dengan nilai pembayaran 3,5 juta per are oleh PLN atas lahan 56 are. Dan sisanya diberikan tanggung jawab pihak kontraktor untuk menyelesaikannya. Ujar Junaid.
Kesepakatan itu telah disetujui kata Junaid, dan terakhir janji dibayarkan pada bulan Desember 2019. Sebelumnya, masalah ini bergulir pada bulan Januari 2019. Janji demi janji pembayaran saya terima, bahkan sudah 4 kali jatuh tempo. Itulah yang membuat saya kesal sehingga insiden itu terjadi. Padahal perjanjian pembayaran tersebut juga disaksikan dan dibuat dihadapan penegak hukum. Pasca insiden tersebut, janji untuk dibayarkan pada bulan Desember, kembali dibatalkan lagi. Ujar nya
Diakui oleh Junaid, pihak PLN sudah membayar senilai Rp. 199.665.000. sedangkan sisanya yang menjadi kewajiban kontraktor adalah Rp. 224.000.000. itu yang saya tunggu untuk diselesaikan berdasarkan perjanjian yang sudah disepakati. Adanya asumsi bahwa saya menghalang – halangi proyek Nasioanal, itu sangat keliru. Selesaikan dulu kewajiban pembayarannya dan saya akan serahkan sepenuhnya jika sudah selesai dibayar. Pungkas Junaid.
( Asri Romansa )