Bone, Global Terkini- Keluhan warga BTN Bone Wood Gardenia soal jalan utama tanpa drainase membuka tabir persoalan yang lebih dalam, lemahnya pengawasan aset perumahan di Kabupaten Bone. Penelusuran ke Dinas Perumahan, Kawasan Permukiman dan Pertanahan (Perkimtan) menemukan, hingga kini baru empat perumahan yang tengah menjalani proses verifikasi penyerahan aset.
Keempatnya adalah Airaja Land, Rezky Graha 1, Nuryawan Bumi Nusantara, dan Griya Ayu Welalange.
Kepala Dinas Perkimtan, Budiono, menegaskan bahwa pemerintah daerah tidak akan menerima aset perumahan sebelum dilakukan survei ulang untuk memastikan kesesuaian dengan site plan.
“Sebelum aset perumahan diserahkan kepada pemerintah, akan kembali disurvei apakah sudah sesuai site plan. Jika tidak sesuai, maka tidak akan diterima dan developer harus membangun kembali sesuai site plan,” jelasnya, Selasa 11 November 2025.
Menurut Budiono, kewenangan instansinya baru berlaku ketika proses penyerahan aset dilakukan. Sementara itu, pengawasan lingkungan berada di bawah Dinas Lingkungan Hidup (DLH), sedangkan pembangunan fasilitas seperti drainase menjadi tanggung jawab pengembang.
“Wewenang Tarkim sekarang hanya ketika akan penyerahan aset ke Pemda. Kalau pengawasan terkait limbah itu DLH, kalau fasilitas termasuk drainase, itu developernya sendiri yang tanggung jawab,” bebernya.
Sayangnya, hingga kini data jumlah perumahan yang ada di Bone belum terhimpun sepenuhnya. Banyak site plan perumahan lama yang tak terlacak, sehingga membuka ruang bagi dugaan lemahnya pengawasan dan memudahkan pengembang nakal menghindari kewajiban.
“Bagaimana mau mengawasi kalau data saja susah, site plan tidak jelas, kita ini warga tidak tahu juga mau mengeluh ke mana,” keluh UK, salah seorang warga Bone Wood Gardenia.
Padahal, regulasi sudah tegas. Berdasarkan Permendagri Nomor 9 Tahun 2009, pengembang wajib menyerahkan Prasarana, Sarana, dan Utilitas (PSU) yang mencakup fasilitas sosial dan umum paling lambat satu tahun setelah masa pemeliharaan berakhir.
Lebih lanjut, Pasal 13 peraturan tersebut menegaskan bahwa pemerintah daerah memiliki kewenangan untuk membina dan mengawasi proses penyerahan PSU. Jika developer melanggar, mereka dapat dikenai sanksi administratif berupa peringatan tertulis, penghentian sementara kegiatan pembangunan, hingga pencabutan izin usaha.
Sanksi berat juga bisa dijatuhkan berupa pencabutan izin site plan atau IMB/PBG, serta penolakan izin proyek baru di masa mendatang.
Warga pun memiliki hak untuk menggugat pengembang yang abai menyerahkan PSU. Mereka dapat menuntut ganti rugi apabila kelalaian itu menyebabkan kerusakan atau kerugian, seperti jalan rusak, drainase tak berfungsi, atau absennya fasilitas umum yang dijanjikan.











