Kalsel, Global Terkini- Edukasikan apa itu pers kepada jajaran, manajemen Rumah Sakit Pembalah Batung (RSPB) Amuntai Kabupaten Hulu Sungai Utara (HSU) gelar sosialisasi tentang pers.
Kegiatan itu menghadirkan Ahli Pers Dewan Pers, digelar di ruang rapat RSPB Amuntai baru yang berlokasi di Desa Muara Tapus Kecamatan Amuntai Tengah HSU dihadiri oleh Direktur RSPB Amuntai Apt Farida Evana yang juga diikuti oleh seluruh jajaran manajemen RS setempat, Jumat 11 April 2025.
Ahli Pers Dewan Pers, Fathurrahman menjelaskan Pers sebagai pilar demokrasi tentu harus bekerja secara profesional yang menyandarkan semua karya jurnalistiknya atas dasar undang-undang pers aturan hukum dan kode etik jurnalistik.
“Wartawan harus bekerja secara profesional dengan bersandar pada undang-undang pers aturan hukum dan kode etik jurnalistik,” ujarnya kepada jajaran manajemen RSPB Amuntai.
Menurut Ketua PWI Kalsel periode 2007 – 2012 dan 2012 – 2017 ini, perkembangan teknologi informasi tumbuh dengan lompatan besar sehingga menghasilkan jejaring media sosial, menjadi pilihan-pilihan masyarakat untuk mendapatkan informasi, data dan fakta serta berbagai peristiwa.
Namun karya jurnalistik dikerjakan secara profesional dengan mulai mencari, memperoleh data dan informasi, berbagai pendapat dan statement, proses verifikasi terhadap fakta-fakta tersebut sampai kemudian menghasilkan karya jurnalistik yang tajam dan dapat dipercaya.
“Semua tentu bisa dipertanggungjawabkan memiliki nilai kepercayaan tersendiri di mata publik,” ucapnya.
Meskipun media sosial telah tumbuh sedemikian rupa tetapi informasi-informasi yang terverifikasi dengan baik yang dikerjakan oleh wartawan dan media profesional tentu akan memberikan satu informasi yang baik, kemudian mendorong upaya-upaya untuk perbaikan, kalaupun ada kritik, maka kritik-kritik itu bersifat konstruktif yang menuju pada kebaikan bersama.
Dalam pemaparannya alumnus Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhanas) tahun 2011 ini mengungkapkan bahwa ada hak-hak dan kewajiban yang mesti dilakukan oleh wartawan begitu juga media dalam kaitan produk dan karya jurnalistik.
Kewajiban itu meliputi upaya untuk melakukan verifikasi atas data informasi fakta-fakta peristiwa dan kejadian yang menjadi bahan untuk produk jurnalistik sehingga data-data itu betul-betul faktual.
“Ada kewajiban lain yang harus dilakukan wartawan dan media, yakni kewajiban koreksi ketika mendapatkan data fakta, jika informasi itu ada kesalahan maka serta merta dilakukan koreksi,” tutur Fathurraman.
Sementara di sisi pembaca atau pengakses berita, ada yang disebut hak-hak yang dimiliki oleh pembaca pengakses berita atau hak-hak yang dimiliki oleh sumber berita terkait dengan pemberitaan yang dilansir oleh media, baik itu media mainstream dan media-media online.
“Pembaca memiliki hak koreksi dan hak jawab, yang dapat digunakan oleh pembaca,” ujarnya.
Hak koreksi itu sendiri beber Fathurrahman adalah hak yang dimiliki oleh pembaca atau sumber berita atau institusi yang menemukan kesalahan-kesalahan atau kekeliruan atas pernyataan, fakta-fakta atau kejadian dan peristiwa, sehingga hak koreksi itu bisa disampaikan kepada media bersangkutan
Sedangkan hak jawab tambahnya, merupakan hak yang dimiliki oleh orang-orang secara individu atau secara institusi atau secara kelompok terkait dengan pemberitaan yang disiarkan oleh media, lalu terdapat kekeliruan yang menurut individu atau kelompok tersebut harus diluruskan.
“Hak jawab ini juga adalah hak untuk memberikan sanggahan atau hak untuk memberikan perbaikan atas berita yang terkait dengan individu atau institusi atau kelompok tersebut,” ucapnya.
Hak jawab sendiri lanjutnya diatur di dalam undang-undang pers, media wajib melayani hak jawab tersebut dan memuatnya secara proposional.
“Jika media tidak merespon atau abai terhadap hak jawab ini bisa berimplikasi pada sanksi pidana denda sampai Rp500 juta, sebagaimana di atur dalam pasal 18 Undang Undang No 40 Tahun 1999 tentang Pers,” jelasnya.
Pada kesempatan itu Fathurraman juga menjelaskan tentang hak tolak yang dimiliki oleh wartawan, yaitu hak wartawan untuk menolak menyebutkan narasumber berita yang dimuat dalam sebuah pemberitaan, di mana orang yang menjadi narasumber minta namanya tidak disebutkan, karena itu lalu melekat lah hak jawab pada wartawan tersebut atas rahasia narasumber yang memberikan keterangan pada berita yang disiarkan.
Dalam edukasi ini Fathurrahman lebih lanjut menjelaskan tentang bagaimana menandai wartawan profesional dan mana yang tidak profesional, kemudian bagaimana juga bisa melihat mana media yang memang dijalankan secara baik komprehensif lalu kemudian media-media yang sudah terverifikasi oleh Dewan Pers, lalu ada juga media-media yang memang tidak dijalankan dengan cara profesional.
Selain itu Fathurrahman juga menjelaskan tentang bagaimana melihat status seorang wartawan apakah sudah memiliki kartu kompetensi wartawan atau belum yaitu dengan membuka laman Dewan Pers lalu mengklik data dan menulis nama wartawan maka mereka yang mengaku wartawan tersebut terlihat apakah sudah mengantongi sertifikat kompetensi atau belum.
“Apakah statusnya wartawan dengan kompetensi muda, madya atau utama,” ujarnya.
Hal yang penting juga disampaikan tentang kemitraan-kemitraan yang bisa dibangun oleh institusi seperti rumah sakit ini dengan berbagai komponen pers, tentu saja bisa memilih media-media yang memang dijalankan secara profesional, memperkerjakan wartawan atau wartawan sudah memiliki kompetensi.
Sementara, Direktur RSPB Amuntai, Apt Farida Evana, sangat berterimakasih atas edukasi pers yang disampaikan oleh Ahli Pers Dewan Pers, Fathurrahman.
“Sebelumnya kami tidak mengetahui secara detail apa itu pers, dengan adanya penjelasan dari Ahli Pers Dewan Pers inj, pengetahuan kita tentang pers dan kegiatan jurnalistiknya menjadi lebih jelas,” pungkasnya. ***