Ada hal menarik dalam momentum pelantikan dan pengambilan sumpah Andi Wahyuddin Taqwa dari Partai Amanat Nasional (PAN) wakil ketua II dan H. Ramang dari Partai Gerindra, wakil ketua I. Pelantikan keduanya di gedung DPRD Bone, kompleks stadion Lapatau, Kabupaten Bone, dilaksanakan pada malam Jum’at Wage sekitar pukul 20.00 wita, 10 Oktober 2019.
Uniknya, selain pelantikannya malam Jum’at, suasana pelantikan sedikit diwarnai ‘kisruh’ yang dipicu oleh adanya aksi pelarangan wartawan untuk masuk keruang paripurna untuk meliput. Akibatnya, puluhan wartawan dari media online maupun media cetak, hanya berkumpul dipelataran kantor DPRD sambil protes dan mengekspresikan kekesalan mereka.
Seharusnya, acara pelantikan wakil ketua DPRD Bone ini sudah diulas secara lengkap oleh para jurnalis sejak semalam. Namun hari ini, Sabtu 11 Oktober 2019, profesi wartawan yang dilindungi Undang – Undang 40 Tahun 1999, terciderai dan dilecehkan. Berita yang disajikan merebak soal aksi larangan wartawan memasuki ruang paripurna saat pelantikan berlangsung.
Aksi aparat kepolisian mencegat wartawan dipintu masuk ruangan paripurna, bukan tanpa alasan atau perintah si Biang Kerok. Namun siapa oknum nya, belum diketahui, bahkan bagian sekretariatan DPRD pun terkesan lepas tanggung jawab. Malam itu, mirip drama satu babak mencari siapa si biang kerok.
Soal pemeriksaan ID Card Pers atau Kartu Peliputan, dijadikan alas an klasik untuk mencari pembenaran aksi cegat wartawan saat hendak meliput. Sebab diketahui, tidak ada kartu khusus (kartu peliputan) yang dikeluarkan oleh pihak panitia penyelenggara kegiatan pelantikan. “Saya heran, kenapa wartawan dilarang masuk untuk meliput. Ada apa sebenarnya dalam pelantikan ini.? Sebelumnya tidak ada informasi terkait ID Card. Lagi pula, saya ini aktif melakukan peliputan disetiap kegiatan DPRD Bone.” Ujar Andi Basri dengan nada kecewa.
Senada, wartawati Akselarasi, Ani Hasan, sangat menyesalkan kejadian ini. Tindakan seperti ini sangat jelas melecehkan Undang – Undang nomor 40 tahun 1999 tentang pers. Dimana pasal 18 ayat 1 menjelaskan ‘setiap orang yang secara melawan hukum dengan sengaja melakukan tindakan yang berakibat menghambat atau menghalangi pelaksanaan ketentuan Pasal 4 ayat (2) dan ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau denda paling banyak Rp. 500.000.000,00 (Lima ratus juta rupiah).
Dalam pasal 4 terdapat 4 ayat yang menjelaskan, Kemerdekaan pers dijamin sebagai hak asasi warga Negara, terhadap pers Nasional tidak dikenakan penyensoran, pembredelan atau pelarangan penyiaran,
untuk menjamin kemerdekaan pers, pers Nasional mempunyai hak mencari, memperoleh, dan menyebarluaskan gagasan dan informasi serta dalam mempertanggungjawabkan pemberitaan di depan hukum, wartawan mempunyai Hak Tolak.
Kendati Abdul Salam dan H. Kaharuddin, anggota DPRD Bone berusaha merangkul para wartawan untuk kembali keruang peliputan, namun para awak media sudah terlanjur merasa dilecehkan profesinya. “Boikit saja berita soal pelantikan ini” ketus beberapa wartawan yang kesal.
“siapa sebenarnya yang melarang wartawan untuk masuk meliput?, padahal acara ini terbuka untuk umum. Jadi tidak ada larangan bagi siapa saja, termasuk wartawan untuk menyaksikan dan meliput langsung kegiatan pelantikan tersebut” tegas H. Kahar
“Seharusnya petugas bisa membedakan wartawan dengan tamu undangan. Barusan ada moment seperti ini dilarang untuk diliput.” Ujar Yusdi Muliady, Pimpinan media online ‘Sulawesi News’.
Ironisnya, telepon genggam kepala bagian kehumasan DPRD Bone, berulang – ulang dihubungi namun terdengar nada tidak aktif.
(Asri Romansa)