HukrimNewsPeristiwa

Wartawan Diintimidasi Saat Liput Aksi di Bone, Ahli Pers Ingatkan Etika dan Saling Menghargai

×

Wartawan Diintimidasi Saat Liput Aksi di Bone, Ahli Pers Ingatkan Etika dan Saling Menghargai

Sebarkan artikel ini
Ilustrasi.

Bone, Global Terkini- Aroma gas air mata masih pekat di halaman kantor Bupati Bone, Sulawesi Selatan, ketika Adri, jurnalis Ujung Pena, bergegas masuk ke dalam gedung. Ia mencari tempat mencuci muka setelah sesak napas akibat kepulan asap. Namun langkahnya justru terhenti di lobi.

Di sana, sejumlah personel TNI tengah menginterogasi demonstran. Begitu melihat ponselnya masih menyiarkan siaran langsung, salah seorang aparat langsung membentak.

“Begitu lihat HP saya on, langsung dibentak: matikan, tidak ada media di sini!” kata Adri, Kamis 21 Agustus 2025. Tak hanya itu, ponselnya sempat hendak dirampas, rekaman videonya diminta dihapus.

Adri memilih mundur. Tapi upaya meliput dari luar gedung pun tak berjalan mulus. “Jangan live di sini, jangan sampai saya seret juga masuk,” ujarnya, menirukan ancaman seorang aparat.

Baca Juga :   Journalist Camp di Lemoape, Kritik Tajam Sebagai Bahan Koreksi dan Apresiasi Pj Bupati

Pengalaman serupa dialami Ricky, wartawan DNID. Ketika hendak merekam tindakan aparat, ia tiba-tiba diseruduk. “Saya bilang saya media, baru aparat lain menahan,” katanya.

Sementara Zulkifli, jurnalis CNN Indonesia, juga tak luput dari dugaan intimidasi di tengah kekacauan pada aksi demonstrasi menolak kenaikan PBB-P2, Selasa lalu.

Peristiwa ini menambah catatan kelam soal tekanan terhadap kebebasan pers dalam peliputan aksi massa. Ketua Ikatan Wartawan Online (IWO) Bone, Herman, S.Sos., M.Si., menilai insiden ini sebagai kemunduran.

“Sangat disayangkan, dan ini menjadi catatan buruk bagi APH. Dengan tegas kami minta kepada bapak Dandim Bone untuk mengevaluasi dan menindak tegas oknum anggotanya yang melakukan intimidasi terhadap kawan-kawan kami di lapangan,” tukasnya.

Baca Juga :   Warga Resah, Polres Bone Selidiki Dugaan Penimbunan Gas Bersubsidi

Nada serupa datang dari Ahli Pers yang juga penguji UKW Dewan Pers, M Faturrahman. Ia menilai aparat semestinya menjadi pihak yang melindungi, bukan menghalangi kerja-kerja jurnalistik.

“Kan semua bisa dikomunikasikan, untuk hal-hal yang misalnya tidak ingin dimuat karena situasi-situasi tertentu kan,” ujarnya.

“Kalau kekerasan itu menyebabkan luka, bisa dilaporkan, boleh ke Dewan Pers atau langsung ke institusi bersangkutan agar kejadian serupa tidak terulang,” tambahnya.

Selain itu, ia juga mengingatkan pentingnya keselamatan diri wartawan ketika meliput situasi rawan. Menurutnya, liputan di tengah demonstrasi yang memanas bisa disamakan dengan situasi konflik. “Maka semua dilakukan dengan hati-hati, pengambilan foto dilakukan dengan cepat, video juga dengan cepat, karena situasi seperti itu orang cepat emosi,” ujarnya.

Baca Juga :   Bupati Kukuhkan Asosiasi Petani Milenial Mamasa

Faturrahman menekankan, perlunya wartawan membekali diri dengan panduan liputan di area konflik. Identitas jelas seperti topi pers atau kartu pers wajib ditunjukkan agar tidak disalahpahami sebagai simpatisan atau sekadar penyiar media sosial.

Dia juga mengatakan, hubungan wartawan dan aparat seharusnya bertumpu pada prinsip saling menghargai dan menghormati.

Hingga berita ini dimuat, pihak aparat dimaksud belum memberi keterangan resmi.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *