KOLAKA UTARA – Audens masyarakat desa Pitulua, kecamatan Lasusu dengan DPRD Kolaka Utara, Senin 20 Juni 2022 lalu, membahas dua masalah krusial. Yakni soal penetapan batas desa Pitulua dengan desa Sulaho, ber aroma kepentingan. Soal kedua, kepala desa Pitulua dituding sebagai penyebab munculnya sejumlah masalah, terutama masalah lahan tambang yang ada di dusun labuandala. Hasil pertemuan ini, DPRD Kolaka Utara membentuk panitia kerja (Panja) untuk menyikapi kisruh batas desa Sulaho – Pitulua tersebut. Sementara, masalah kepala desa yang dituding sebagai penyebab munculnya sejumlah masalah dilokasi tambang labuandala, sekretaris dewan (Sekwan) Tahrim Hodi, meminta ketua Badan Permusyawaratan DEsa (BPD) Pitulua, Ahmad Yarib Masussureng melakukan pendalaman dan melaporkan hasil nya.
Berselang lima hari kemudian, Sabtu 25 Juni 2022, pasca pertemuan dengan DPRD, salah satu perusahaan tambang pemegang IUP di Labuandala, PT. Fatwa Bumi Sejahtera (FBS) menggelar kegiatan diskusi publik. Sejumlah tokoh masyarakat, tokoh pemuda, tpkoh agama dan pemangku kepentingan desa Pitulua dan desa Puncak Munapa, kecamatan Lasusua kabupaten Kolaka Utara, diundang dalam kegiatan ini. Pertemuan kala itu juga dihadiri oleh unsur pemerintah daerah yang diwakili oleh salah seorang asisten dan kepala Bappeda serta unsur dari kepolisian resor Kolaka Utara.
Pada pertemuan di aula kantor desa Pitulua ini, membahas sejumlah masalah sosial yang terjadi di masyarakat, untuk ditindak lanjuti oleh perusahaan pemegang IUP, sebagai sosialisasi inplementasi dampak dan pemampaatan dana Corporate Social Responsibility (CSR). Sayangnya, pertemuan diskusi publik tersebut tidak membahas secaraspesifik bagaimana mekanisme pengolahan lokasi tambang Labuandala, yang saat ini diserobot oleh para oknum dan digarap secara illegal. Kendali pihak perusahaan memberi statemen akan memproritaskan keterlibatan masyarakat desa Pitulua saat pengolahan nantinya, tak urung keraguan masih merasuki benak sebagian masyarakat Pitulua.
Keterangan dari berbagai sumber yang dihimpun terkait kondisi tambang di dusun Labuandala saat ini, menyebut adanya sejumlah kelompok atau individu tertentu yang beraktivitas di area itu.. Informasi tersebut sudah menjadi rahasia umum dan keberadaan para oknum yang mengolah secara illegal ini kerap menjadi pembincangan. Mereka itu di duga dari oknum kepolisian, oknum TNI, oknum Kepala Dinas dan beberapa oknum kelompok masyarakat tertentu, bukan warga desa Pitulua. Hal inilah yang mengusik pemikiran masyarakat pitulua dan melahirkan sebuah sikap untuk bereaksi. Ungkap beberapa sumber.
Mencermati topografi desa Pitulua yang masih berada dalam wilayah kota Lasusua sebagai ibukota kabupaten Kolaka Utara, memang sangat menarik. Wilayah ini memiliki potensi tambang di dusun Labuandala, berbatasan dengan desa Sulaho di ujung selatan. Sejak kekayaan alam berupa nikel di Labuandala mulai digarap beramai – ramai, desa Pitulua menjadi seksi untuk dibahas. Tidak sedikit orang yang rela pertaruhkan jabatan, pangkat, kedudukan bahkan nyawanya demi segepok uang yang dapat diraup pada lokasi tersebut. Gesekan dan benturan, perlahan lahan mulai terasa untuk mempertahankan eksistensi demi materi kehidupan yang lebih baik. Rambu – rambu aturan pun dilabrak dan di abaikan. Saling tindas atau saling rangkul adalah sebuah phenomena strategi yang dibangun dengan satu alas an. Hidup layak atau hidup menderita…. (Bersambung)