Mamasa, Global Terkini- Sejumlah sekolah di Kabupaten Mamasa mengeluh belum menerima buku pelajaran tahun 2024. Ironisnya, dana untuk pengadaan buku itu sudah lebih dulu dicairkan lewat skema Dana BOS Reguler. Buku tak sampai, laporan pertanggungjawaban tak ditemukan, dan nama Kepala Dinas Pendidikan pun mencuat dalam dugaan praktik pengadaan fiktif.
Temuan ini pertama kali diungkap oleh Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Mamasa yang menyebut pengadaan buku tersebut sarat kejanggalan. Mereka bahkan menuding kuat bahwa dana pengadaan diselewengkan oleh oknum pimpinan dinas sendiri.
“Indikasi ini kuat. Dengan adanya beberapa sampel dari sekolah yang belum menerima buku dari tahun 2024 yang bersumber dari Dana BOS. Menurutnya bahwa dana pengadaan buku diambil alih oleh Kepala Dinas Pendidikan dengan niatan untuk segera dicarikan pihak ke-3 dalam proses pengadaan itu. Tetapi anehnya sampai sekarang buku tersebut tidak ada. Bahkan LPJ pengadaan buku tidak ada. Dan ini sangat jelas bahwa ada indikasi penyelewengan dana tersebut,” ungkap Arifin Djalil, Ketua Umum HMI Cabang Mamasa.
Padahal, sesuai ketentuan, dana BOS Reguler dapat digunakan untuk mendanai berbagai kebutuhan pembelajaran, termasuk penyediaan buku, alat ajar, dan pengembangan media digital pendidikan.
“Dalam pelaksanaan kegiatan pembelajaran, beberapa hal yang dapat dibiayai dari dana BOS Reguler antara lain: Penyediaan alat pendidikan dan bahan pendukung pembelajaran. Biaya untuk mengembangkan media pembelajaran berbasis teknologi informasi dan komunikasi. Penyediaan aplikasi atau perangkat lunak untuk pembelajaran,” bunyi penjelasan dari HMI.
Namun realitas di lapangan menunjukkan kontradiksi. Sekolah-sekolah yang menjadi sampel pemantauan HMI hingga kini belum menerima pengadaan tersebut. Bahkan, dokumen LPJ sebagai dasar akuntabilitas tak pernah muncul. Hal inilah yang memicu tudingan praktik korupsi di tubuh Dinas Pendidikan Mamasa.
“Kami ingin tegaskan bahwa dugaan korupsi ini adalah kejahatan moral sekaligus bentuk penghinaan terhadap dunia pendidikan. Jika benar terbukti fiktif, maka Kadis Pendidikan Mamasa harus diseret ke meja hijau dan dijatuhi hukuman seberat-beratnya,” lanjut Arifin.
Tak berhenti di situ, HMI juga menyoroti lemahnya respons aparat penegak hukum. Dalam pernyataannya, mereka mengecam sikap Kapolres Mamasa dan Kejaksaan Tinggi Sulawesi Barat yang dianggap membiarkan persoalan ini mengambang tanpa arah.
“Apakah hukum hanya untuk rakyat kecil? Mengapa ketika kepala dinas diduga korupsi, hukum tiba-tiba menjadi tumpul? Kami tidak akan diam. Jika dalam waktu dekat tidak ada langkah tegas dari Bupati, Kapolres, dan Kejati, maka HMI Cabang Mamasa akan mengerahkan massa untuk turun ke jalan!” tegas Arifin.
Hingga laporan ini disusun, Dinas Pendidikan Mamasa belum memberikan klarifikasi atas dugaan tersebut. Kapolres dan Kejati Sulbar juga belum merespons desakan publik yang makin meluas.