Bone, Globalterkini.com – Kasak kusuk soal eksekusi lahan yang terjadi di Desa Kampoti, Kecamatan Dua Boccoe, Bone, Sulawesi Selatan, Senin kemarin 26 Agustus 2019, menuai tanggapan banyak kalangan. Aksi pembersihan lahan yang dilakukan oleh LSM Gerakan Masyarakat Perangi Korupsi (GMPK) dan dikawal oleh lebih kurang 40 personil Kepolisian Res Bone, ditafsirkan sebagai tindakan eksekusi yang seharusnya dilakukan oleh jurusita berdasarkan perintah Pengadilan.
“Tindakan eksekusi merupakn tindak lanjut dari sebuah putusan perkara perdata yang sudah berkekuatan hukum tetap (inkracht), yang dimohonkan oleh pihak yang dinyatakan menang dalam putusan tersebut. Adapun personil kepolisian yang diturunkan untuk melakukan pengamanan pelaksanaan eksekusi, itu berdasarkan permintaan pihak pengadilan. Itu aturannya jelas dalam aturan per undang-undangan” imbuh Andi Aswar Azis, SH, salah satu advokad saat diskusi disalah satu café.
Terkait, ketua Pengadilan Negeri Bone, Surachmat, SH.,MH yang ditemui pagi tadi, Kamis (29/8), enggan berkomentar lebih banyak terkait adanya LSM yang turun ke lokasi bersama personil kepolisian dalam sebuah aksi. “kemarin itu kan sudah dijelaskan oleh humas pengadilan bahwa perkara yang dimaksud sudah pernah dimohonkan eksekusinya. Namun karena ada permintaan dan kesepakatan kedua belah pihak ketika itu, maka eksekusi tidak dilakukan” ujar Surachmat
Terpisah, ketua GMPK Kabupaten Bone, Bustan Dg. Tunru, ditemui dikediamannya siang tadi (29/8) mengatakan “tindakan yang dilakukan atas nama lembaga kami itu bukan eksekusi. Sebab eksekusi sebenarnya sudah pernah dilakukan oleh pihak pengadilan pada tahun 2016 lalu. Namun karena ada kesepakatan untuk melaksanakan eksekusi itu secara kekeluargaan, maka tidak dilakukan upaya paksa. Namun pada kenyataanya, kesepakatan itu ternyata di abaikan, maka pihak yang menang meminta kepada lembaga kami untuk melakukan pembersihan” kata Bustan
Lanjut dikatakan, soal adanya personil kepolisian yang turun melakukan pengamanan pada hari itu, berdasarkan permintaan pemilik lahan yang dinyatakan menang. Bahkan pada saat kami hendak turun, pihak kepolisian berencana membatalkan turunkan personil pengamanan. Tetapi saya tegas katakan, ada atau tidak adanya personil kemanan, saya atas nama lembaga tetap akan turun melakukan pembersihan lokasi sesuai permintaan pemilik lahan. Dan mengenai pembacaan salinan eksekusi dilokasi, saya hanya mengulangi dan mengingatkan kembali, sebab berita acara pelaksanaan putusan dengan nomor 66/Pdt.G/1996/PN.Wtp, sudah pernah dibacakan oleh jurusita Rusdi Yanto, SH ketika pelaksanaan eksekusi tahun 2016 lalu. Tutur Bustan menambahkan.
Diketahui, perkara perdata antara M. Jufri sebagai penggugat melawan H. Awe selaku tergugat, telah bergulir di Pengadilan Negeri Bone sejak tahun 1996. M. Jufri dan kawan-kawan kemudian dinyatakan menang dengan nomor putusan 66/Pdt.G/1996/PN.Wtp. Namun pihak H. Awe dan kawan-kawan tidak menerima, akhirnya melakukan banding. Perkara ini pun terus bergulir hingga ke tingkat kasasi di Mahkamah Agung, menguatkan putusan Pengadilan Negeri yang memenangkan M. Jufri (penggugat) dengan nomor putusan 304 PK/PDT/2002.
Pasca turunnya lembaga GMPK yang dinilai melakukan tindakan eksekusi dengan melibatkan personil kepolisian Res Bone, kemudian menimbulkan kisruh terkait tindakan lembaga GMPK bersama aparat kepolisian tersebut. Tidak sedikit kalangan menilai jika peristiwa tersebut terjadi diluar kebiasaan dan disinyalir melabrak aturan. Padahal, perkara ini sudah bergulir kurang lebih 23 tahun. Kedua pihak yang bersengketa pun diketahui sudah meninggal dan kini berlanjut ke ahli warisnya.
Penulis : Redaksi