Kolaka Utara, Global Terkini – Mungkin ini jadi salah satu persyaratan yang harus dipenuhi oleh masing-masing pemerintah desa di kabupaten Kolaka Utara, sebagai syarat pencairan Dana Desa (DD), Yakni harus menyelesaikan pembayaran Pajak Bumi Bangunan (PBB). Sedangkan ketentuannya, tidak ada di dalam peraturan Kementerian Desa Pembangunan Desa Tertinggal dan Transmigrasi (KemendeDes PDTT) yang mengharuskan pemerintah desa menyelesaikan pembayaran PBB, baru dapat mencairkan Dana Desa nya.
Kondisi itu, melahirkan penomena yang cukup menggelitik, dimana sejumlah kepala desa mulai mengeluh dan kelabakan mencari pinjaman dana untuk melunasi PBB warganya, sebagai beban tanggung jawab yang menjadj kewajiban untuk dilaksanakan.
Sementara, permasalahan yang terjadi, kolektor desa dalam melaksanaan tugas dilapangan, diperhadapkan dengan berbagai persoalan yang menyebabkan penagihan tidak maksimal. Mulai dari rendahnya pemahaman masyarakat, minimnya sosialisi tentang pajak, data objek dan subjek pajak yang tidak jelas, tumpang tindih atau ganda.
“kadang wajib pajak dikunjungi berulang-ulang, tapi belum mampu membayar. Ada juga objeknya tidak jelas, tapi nama wajib pajak muncul. Bahkan objek pajak tidak terbayar karena wajib pajaknya sudah pindah atau tidak ada.” Ujar beberapa sumber kepada Global Terkini.
Mirisnya, pencairan Dana Desa ini menjadi sandera atas pelunasan PBB minimal 80 persen ditahap akhir. Berdasarkan hasil investigasi Global Terkini, sejumlah kepala desa harus berusaha mendapatkan dana pinjaman, kendati dana tersebut berlaku suku bunga yang cukup tinggi. Ini merupakan bentuk pelanggaran yang sulit dihindari oleh keadaan yang mendesak.
Terkait ini, salah satu camat yang dimintai keterangannya membenarkan adanya kondisi seperti itu. “mereka tidak bisa mengelak, karena itu adalah kewajiban. Ada juga kondisi akibat kelalaian dalam mengumpulkan pajak, terkadang dananya dipakai dulu. Ketika sudah saatnya mereka harus setor, akhirnya kelabakan. Jadi memang banyak permasalahan jika mengulas soal pajak ini. Bahkan sampai hari ini, data yang ada masih amburadul dan tumpang tindih. Harusnya ada upaya dari instansi terkait untuk membenahi soal data ini. Termasuk tata cara dan mekanisme penagihan, bagaimana melibatkan semua pihak dan duduk bersama antara kolektor desa, kecamatan sampai Dispena, untuk mencari solusi terbaik agar permasalahan dilapangan dapat diurai.” Ungkap Sumber
Asri Romansa