Cegah Wartawan Bodrex, Pemda Kolut Buat Perbup?
‘JANGAN PAKSAKAN MEDIA JADI CORONG PEMERINTAH’
Editorial
Oleh : Asri Romansa
Global Terkini – Membaca berita yang dimuat oleh portal Pemerintah Kolaka Utara, edisi 9 Juli 2018, versi Kominfo, sungguh menggelitik. Terutama tulisan yang dimuat pada alinea ketiga dan keempat tentang pembentukan Kelompok kerja (Pokja) wartawan. Untuk lebih lengkapnya, silahkan dibaca dan disimak tulisan tersebut.
‘Maraknya wartawan bodrex yang berseliweran di Bumi Patampanua membuat resah banyak pihak sehingga pemerintah Daerah kabupaten Kolaka Utara melalui Bagian Humas dan Protokoler Pemda Kolaka Utara membuat peraturan Bupati (Perbup) Kerjasama Media Cetak dan Siber. Seperti diterangkan kabag Humas Setda Kabupaten Kolaka Utara Drs. Ramang yang ditemui di ruangannya Senin (9/7) menyatakan bahwa kini pihaknya tengah menggodok Perbup terkait Pedoman dan Tata Cara Pelaksanaan Kerjasama Kemitraan Publikasi Melalui Media Cetak dan Media Siber.
“Sekarang kami lagi merancang Perbup mengenai kerjasama Antar Media, sehingga untuk kegiatan dan program Pemda, bisa terpublikasi dengan baik. Selain itu banyaknya wartawan Bodrex ini bikin sakit kepala jadi dengan adanya Perbup, selain wartawan yang masuk dalam Kelompok Kerja (Pokja), Wartawan tidak akan diladeni lagi yang biasanya melintas-melintas minta ini dan itu,” tuturnya.
Lebih lanjut dia menuturkan bahwa sejak 2015 lalu Pemda Kolaka Utara telah membentuk Pokja wartawan yang di SK-kan Oleh Bupati, selain anggota Pokja tidak perlu lagi dilayani.
“Kita bentuk Pokja untuk menghalau wartawan bodrex dan sekarang kita tengah merancang perbup terkait tata cara aturan kerjasama dan yang boleh bekerjasama dengan Pemda Kolaka Utara adalah Media yang masuk anggota Pokja,”tuturnya.
Diapun menambahkan bahwa saat Ini media yang tengah bekerjasama dengan Pemda Kolaka Utara adalah Kolaka Pos, Kendari Pos, Rakyat Sultra, Berita Kota, Koran Sultra, Prima Nusantara dan Zona Sultra, ”Sekarang kita tengah bekerjasama dengan Tujuh Media, selain media tersebut, tidak usah dilayani apalagi kalau wartawan itu sudah menyusahkan, karena wartawan itu punya kode etik jurnalistik yang mengatur mereka, kalau sudah melenceng dari tugasnya tidak usah dilayani,” harapnya.
***
Tulisan di atas, menggelitik keingin-tahuan beberapa pimpinan Redaksi yang eksis terbit dan beredar luas di Kabupaten Kolaka Utara, terlepas dari keberadaan wartawan bodrex, (wartawan tanpa media atau muncul tanpa berita) seperti yang dimaksud pada tulisan di atas. Eksistensi keberadaan media, di luar media yang terdaftar pada Pokja di Pemda Kolut, seharusnya di inventarisir dan diakomodir selama pihak Pemerintah daerah mampu mempersiapkan anggarannya. Tidak serta merta dituding sebagai media abal-abal atau wartawan bodrex, sebelum legalitas media tersebut diminta untuk dilihat. Apalagi dikatakan (bikin pusing-red), apa maksudnya?
Mengingat Kabupaten Kolaka Utara sebagai daerah berkembang dengan dinamika pembangunan yang demikian pesat, perlu eksistensi media untuk melakukan kontrol dan monitoring, baik media lokal maupun media dari luar daerah. Apalagi, selama dalam pantauan beberapa media, memang tak bisa dipungkiri, terlalu banyak kebijakan yang bersipat kontroversial. Salah satu contoh, munculnya Peraturan Bupati nomor 42 Tahun 2017, tentang Revitalisasi Pertanian yang mewajibkan Pemerintah desa mengalokasikan anggaran Dana Desa sebesar 30% untuk mendukung program tersebut. Perbup tersebut disinyalir bertentangan dengan aturan yang lebih tinggi, dan menyebabkan para kepala desa kelabakan.
Selain itu, beberapa pelaksanaan pembangunan yang anggarannya tidak sesuai dengan kondisi fisik. Seperti timbunan rencana stadion di Desa Lanipa-Nipa dengan estimasi anggaran 14 Miliar lebih. Sebelumnya, rencana pembangunan stadion tersebut akan digunakan sebagai ajang lomba pesta olah raga tingkat Provinsi, namun akhirnya terbengkalai. Belum lagi soal penarikan retribusi jalan dan penetapan status ‘gerbang pariwisata’ pada jalan Bypass yang sepenuhya belum jadi milik Pemda Kolut, sebab masih ada hak Negara di atasnya. Termasuk masalah pengelolaan retribusi di pantai pasir putih ‘Wisata Berova’ di Desa Pitulua, Kecamatan Lasusua. Fasilitas yang ada di atasnya dianggarkan melalui APBD senilai miliaran rupiah, sementara kepemilikannya belum jelas karena masih diklaim oleh masyarakat setempat. Semua permasalahan ini membutuhkan eksistensi media untuk melakukan kontrol serta pemberitaan, agar tidak terjadi pelanggaran atau kesalahan dalam penerapan kebijakan.
Terkait soal rencana penerbitan Peraturan Bupati tentang upaya antisipasi wartawan bodrex dan pembentukan Pokja, perlu ditegaskan bahwa, Pemerintah Daerah tidak memiliki kewenangan atau hak untuk membentuk Kelompok kerja wartawan, sebagaimana testimoni Kepala Bagian Humas Pemda Kolut, Drs. Ramang dalam berita tersebut. Pokja itu diinisiasi dan dibentuk oleh para wartawan dan tidak bisa dibatasi selama anggaran Pemda memungkinkan dalam hal kerja sama pemberitaan yang bersifat adventorial, seremoni, profil dan iklan.
Tujuan dibentuknya Pokja, juga bukan bertujuan untuk menghalau atau menghalang-halangi tugas wartawan lain yang tidak tergabung dalam Pokja, selama mereka memiliki legalitas yang jelas (bukan wartawan bodrex atau abal-abal). Sebab perlu dipahami, aturan yang mengatur tentang profesi dan tugas-tugas para wartawan, sudah termuat melalui Undang-Undang nomor 40 tahun 1999 tentang Pers dan Kode etik jurnalistik (KEJ) maupun Kode etik wartawan Indonesia (KEWI).
Menteri Rudiantara mengatakan UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers adalah satu-satunya aturan di Indonesia yang tidak memiliki peraturan pemerintah dan peraturan menteri. Karena itu, ia berharap wartawan harus dapat meningkatkan kualitas profesinya dan tidak lagi berharap peran yang lebih dari pemerintah. Hal itu untuk menghindari adanya intervensi secara berlebihan melalui pembentukan sebuah wadah dalam hal pemberitaan tertentu (kontrol-red).
Salah satu referensi bagi seluruh wartawan di tanah air, adalah deklarasi yang terselenggara sejak 2016 lalu yang dilaksanakan oleh Lembaga Pusat “Aljazeera” untuk Kebebasan Publik dan HAM, bekerjasama dengan Institut Pers Internasional (International Press Institute, IPI) dan sejumlah partner lainnya, yang mengajak rekan-rekan wartawan dan wartawati serta pimpinan berbagai lembaga advokasi kebebasan pers internasional, regional dan nasional dan lembaga-lembaga pers untuk mendeklarasikan sikap membela perlindungan terhadap wartawan dan bekerja merealisasikan “Rancangan Deklarasi Internasional Melindungi Wartawan” yang sudah diajukan dan didiskuskan dalam Konferensi Pers Internasional yang dijamu oleh Jaringan Media Aljazeera di Doha, 19 –21 Maret 2016.
Lepaskan Belenggu Pers
Deklarasi bertujuan menyoroti prinsip dasar, terkait perlindungan terhadap para jurnalis dengan tetap memperhatikan tanggungjawab berbagai pihak yang terkait; lembaga negara beserta instansinya, lembaga-lembaga pemerintah dan non pemerintah, lembaga media, dan para jurnalis sendiri,
yang turut terlibat dalam mempersiapkan draf konsep Deklarasi ini yang mana terdiri dari lebih 70 pimpinan lembaga-lembaga pers dan organisasi yang konsen dalam perlindungan terhadap wartawan dan kebebasan pers melalui dua sesi diskusi; salah satunya digelar di Nairobi pada 4 September 2015 dan kedua di London pada 14 September 2015. Deklarasi tersebut dikoreksi dan direkomendasi teksnya oleh; pelapor khusus PBB untuk kebebasan berekspresi dan pelapor khusus di Eropa, pelapor khusus untuk kebebasan pers di Komite HAM dan hak asasi bangsa-bangsa di Afrika, dan pelapor khusus kebebasan pers di Komite HAM Amerika.
Wartawan adalah orang yang melakukan pekerjaan kewartawanan dan/atau tugas-tugas jurnalistik secara rutin, atau dalam definisi lain, wartawan dapat dikatakan sebagai orang yang pekerjaannya mencari dan menyusun berita untuk dimuat di media massa, baik media cetak, media elektronik maupun media online (Yunus, 2010: 38).
Dalam menjalankan tugas sebagai pencari berita, seorang wartawan biasanya ikut bergabung ke dalam sebuah kelompok kerja wartawan. Salah satu wartawan yang mencari berita juga dapat tergabung dalam kelompok kerja (POKJA) wartawan yang sengaja dibentuk di ruang lingkup tempat liputan. Kelompok kerja ialah kelompok yang disusun atau tersusun dengan sendirinya ketika beberapa anggota dari organisasi yang kegiatannya biasanya tidak terkait langsung dengan rencana-rencana rutin dari organisasi, namun secara tidak langsung akan mempengaruhi kinerja dari orang-orang dalam organisasi (Dinus, 2017).
Kelompok kerja wartawan sengaja dibentuk oleh wartawan yang memiliki fokus yang sama, baik untuk kepentingan bahan pemberitaan maupun kepentingan media. Kelompok kerja wartawan yang terbentuk dalam instansi pemerintahan seperti di pemerintahan kota, kabupaten, maupun provinsi, merupakan kelompok kerja yang dibentuk oleh wartawan dari segala jenis media, bukan hanya lokal namun dari luar daerah juga ikut bergabung ke dalam kelompok kerja wartawan pemerintahan.
Kelompok kerja wartawan sengaja dibentuk oleh wartawan yang memiliki fokus yang sama, baik untuk kepentingan bahan pemberitaan maupun kepentingan media. Kelompok kerja wartawan yang terbentuk dalam instansi pemerintahan seperti di pemerintahan kota, kabupaten, maupun provinsi, merupakan kelompok kerja yang dibentuk oleh wartawan dari segala jenis media, bukan hanya lokal namun dari luar daerah juga ikut bergabung ke dalam kelompok kerja wartawan pemerintahan.
Bagi pemerintah di daerah, tentunya penting untuk mengantisipasi berbagai perubahan yang muncul seperti tuntutan publik internal dan publik eksternal yang semakin tinggi. Euforia kehidupan Pers, jaminan atas kebebasan masyarakat untuk memperoleh informasi publik atas jalannya pemerintah dan pemerintahan, sampai ke tindakan anarkis masyarakat (Rahmat, 2016: 134).
Kebebasan pers itu tak menjamin media akan selalu menyajikan pemberitaan yang sesuai dengan kepentingan publik. Justru ada kecenderungan media hanya dikuasai oleh mereka yang memiliki akses modal dan politik. Salah satu dampaknya adalah terjadinya praktek penyensoran di media. Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Semarang, sebagai organisasi profesi jurnalis, memandang penyensoran di pemberitaan media sebagai persoalan serius sebab ini terkait dengan hak publik dalam menerima informasi.
Sehubungan dengan rencana Pemerintah Kabupaten Kolaka Utara untuk membuat Peraturan Bupati terkait soal ini, sah-sah saja sepanjang tidak bertentangan dengan aturan lebih tinggi yang sudah ada. Terutama lagi ada tujuan-tujuan tertentu untuk menghambat tugas-tugas jurnalistik wartawan dalam memberitakan setiap peristiwa yang terjadi di Kabupaten Kolaka Utara, karena jika sikap tendensius seperti itu terjadi, sama halnya telah menghambat dan menghalangi tugas-tugas jurnalistik yang kebebasannya telah dijamin oleh Negara.***
“Baca juga artikel ini di media cetak Global News, edisi Juli 2018”