Bone, Global Terkini- Polemik pengisian jabatan Sekretaris DPRD (Sekwan) Kabupaten Bone memunculkan sorotan baru terhadap kebijakan Pemerintah Kabupaten Bone dan intervensi Badan Kepegawaian Negara (BKN).
Ketua DPRD Kabupaten Bone sebelumnya menolak memberikan rekomendasi akhir terhadap hasil seleksi terbuka jabatan Sekwan dan meminta agar lelang diulang, karena hanya satu peserta yang tersisa. Namun Pemkab Bone tetap melanjutkan proses dan bahkan menyurat ke BKN.
Menanggapi itu, BKN justru memerintahkan pelantikan Hj Faidah selambat-lambatnya 14 Oktober 2025, meski DPRD belum memberi persetujuan.
Sikap BKN ini dinilai tebang pilih oleh Umar Azmar Mahmud Farig, warga Bone yang pada tahun 2024 menggugat Pemkab Bone terkait penyelenggaraan dan pengelolaan layanan Jaringan Dokumentasi dan Informasi Hukum (JDIH).
Gugatan tersebut berakhir damai melalui akta perdamaian Nomor 24/Pdt.G/2024/PN Wtp, di mana Pemkab mengakui kelalaian dan berjanji menghadirkan JDIH sesuai standar yang diatur dalam ketentuan hukum yang berlaku, termasuk pembaruan Perda dan Perbup, publikasi berbasis website, dan penyediaan SDM yang kompeten.
Namun hingga kini menurut Umar, komitmen tersebut tidak dijalankan. Pihaknya telah melayangkan surat pemberitahuan ke Pemerintah Daerah Kabupaten Bone dengan tembusan ke Kementerian Dalam Negeri, dan KASN sejak putusan terbit, tapi tidak direspons sama sekali.
“Kami gugat karena penyelenggaraan dan pengelolaan JDIH tidak sesuai standarisasi, dan pengadilan sudah memutuskan damai dengan kewajiban Pemerintah Daerah Kabupaten Bone memperbaiki. Tapi sampai sekarang tidak berubah. Anehnya, BKN justru cepat bertindak dalam soal pelantikan Sekwan,” ujar Umar, Jumat 25 Juli 2025.
Umar mengingatkan, jabatan Sekwan bukan hanya posisi administratif, tapi memiliki tanggung jawab strategis, salah satunya untuk mendukung dokumentasi produk hukum daerah melalui JDIH, sesuai amanat peraturan berlaku.
“Kalau Sekwan diisi tanpa mempertimbangkan fungsi JDIH yang sedang bermasalah, lalu untuk siapa jabatan itu didorong cepat-cepat?” tambahnya.
Ia menilai intervensi BKN terlihat tebang pilih. Dalam perkara JDIH yang menyangkut kepentingan publik luas, BKN atau lembaga pusat lain diam dan tak menindak, padahal sudah ada putusan pengadilan. Tapi dalam konflik jabatan struktural, tanggapannya justru cepat dan memaksa.
“Pemerintah jangan hanya hadir untuk birokratnya. Pelayanan Publik, seperti Hak atas akses informasi hukum jauh lebih penting dari sekadar pengisian jabatan,” tutupnya. ***